Selasa, 28 April 2015

Al-Kasyif fi Ma’rifati Man Lahu Riwayah fi Kutub al-Sittah



Al-Kasyif merupakan salah satu karya al-Dzahabi. Beliau merampungkan penyusunan kitab itu pada 27 Ramadlan 720 H. setelah selesai dalam penyusunan kitab Tahdzib Tahdzib al-kamal yang dierjakaannya pada tahun 719 H. dalam kurun 8 bulan. Sedang umur beliau ketika mengarang kitab ini ialah 47 tahun. Pada tahun yang sama, juga tercipta karangan kitab al-Mughni fi al-Dlu’afa`.
Al-Kasyif merupakan kitab ke-4 dari cabang kitab awal, yakni al-Kamal fi Asma`i al-Rijal (Imam al-hafizd Abdul Ghani al-Muqdisi, w. 600), Tahdzib al-Kamal (Abi al-Hujaj al-Mizzi, w. 742), dan Tahdzib Tahdzib al-Kamal (al-Dzahabi sendiri). Al-Kasyif itu sederajat dengan Khulashah Tahdzib Tahdzib al-Kamal (al-Kharaji, w. 923) dan Taqrib al-Tahdzib (Ibnu Hajar) yang merupakan ringkasan dari Tahdzib Tahdzib al-kamal, namun al-Kasyif bukan ringkasan Tahdzib Tahdzib al-kamal, melainkan masih ringkasan dari Tahdzib al-kamal.
Faedah dari kitab al-Kasyif
Al-Kasyif adalah kitab terlatih, pengajaran, kemudian kitab Jarh wa Ta’dil
1.      Di dalamnya, biografi para rawi Kutub al-Sittah disertai penyebutan guru dan muridnya. Memberi ringkasan penjelasan keadan rawi, baik kritikan atau pujian. Kemudian membuat rumus sebagai penanda rawi yang mengeluarkan riwayat dari Kutub al-Sittah.
2.      Selain menyebutkan kritikan dan pujian, al-Dzahabi dalam al-Kasyif memberikan sanggahan diantara keduanya. Apabila seorang rawi dikritik, terkadang beliau memberikan penilaian baik, dan sebaliknya. 
Metode Penyusunan Al-Kasyif
Dalam mukadimah Muhammad ‘Awwamah pada kitab al-Kasyif yang sudah di-tahqiq-nya, diceritakan bahwa metode al-Dzahabi dalam penyusunan kitab tersebut dapat ditarik secara garis besar: Pertama, mengenai rawi-rawi hadits yang dicantumkan dalam al-Kasyif. Kedua, mengenai metode al-Dzahabi dalam menceritakan para rawi tersebut. Sebagai berikut:
1.      Rawi-rawi hadits yang dicantumkan dalam al-Kasyif adalah:
1)   Rawi-rawi dalam kutub al-Sittah yang memiliki riwayat di dalamnya.
2)   Menghapus penjelasan rawi yang mempunyai riwayat dalam kitab-kitab lain, kecuali rawi-rawi yang dipegangi oleh al-Mizzi.
3)   Menghapus penjelasan rawi yang diulang-ulang dalam Tahdzib al-Kamal.
4)   Menghapus penjelasan rawi yang disebutkan dalam Tahdzib al-Kamal dengan berdasarkan pertimbangan yang ada.
2.      Metode dalam mendeskripsikan para rawi.
   Ada tujuh acuan yang di gunakan al-Dzahabi untuk menjelaskan para rawi dalam al-Kasyif, yaitu:
1)   Menyebutkan nama rawi, nasab, dan nisbatnya.
2)   Menyebutkan nama sebagian guru-gurunya (dalam menyebutkan guru-gurunya, menggunakan lafadz “عن”).
3)   Menyebutkan nama sebagian murid-muridnya/yang meriwayatkan darinya (dalam menyebutkan nama muridnya, lafadz yang di pakai adalah "عنه" ).
4)   Menyebutkan  data-data global yang terkait tentangnya.
5)   Menyebutkan jarh dan ta’dil
6)   Menyebutkan  tahun wafatnya
7)   Menggunakan rumus dalam menyebut rawi-rawi.
Lafadz-lafadz Jarh dan Ta’dil dalam al-Kasyif
            Beliau, al-Dzahabi menggunakan lafadz-lafadz jarh dan ta’dil sebagaimana berikut:
1.      ثقة (orang yang tsiqah)
2.      ثبت (orang yang kokoh ingatannya)
3.      المتقن (orang yang teliti)
4.      ثقة ولكنه ليس بحجة (terkadang dinilai tsiqah, namun tidak dapat dijadikan hujjah)
5.      متين (orang yang tsiqah dan hafal)
6.      موثق (yang disetujui)
7.      وثقه فلان (di-tsiqah-kan oleh seseorang)
8.      صدوق (oran yang jujur)
9.      صدق
10.  ضعف (orang yang lemah)
11.  ليَن (orang yang lunak)
12.  محله الصدق (orang yang dipandang jujur)
13.  لابأس به, لاأعلم به بأسا, ليس به يأس, أرجو أنه لايأس به, ما أرى به بأسا, ليس يحديثه بأس (tiada cacat padanya)
14.  حديثه مقارب (orang yang haditse didekati)
15.  صالح الحديث (orang yang shalih haditsnya)
16.  صالح (orang yang baik)
17.  مشهور (terkenal)
18.  مشهور الحديث (populer haditsnya)
19.  مستور ثقة (terhalangi ke-tsiqah-annya)
20.  وقد يوثقون جماعة توثقا اجماليا مبهما (terkadang disepakati secara ijmal bahwa rawi tsiqah)
21.  فقيه البدن
22.  مشاه فلان
23.  مقبول (diterima haditsnya)
24.  شيخ (seorang Syaikh)
25.  لايعرف (tidak dietahui)
26.  جهل
27.  مجهول (orang yang tidak dikenal)
28.  لا اعرف
29.  ليس بشئ (bukan apa-apa)
30.  فيه نظر, في حديثه نظر, في اسناده نظر ()
Rumus yang digunakan dalam kitab al-Kasyif
Sebagai penandaan para rawi, al-Dzahabi telah menuliskan rumus sebagai berikut:
Ø  (خ) adalah rumus untuk Bukhari
Ø  (م) rumus untuk Muslim
Ø  (د) rumus untuk Abu Dawud
Ø  (ت) rumus untuk Tirmidzi.
Ø  (س) rumus untuk Nasa’i
Ø  ق)) rumus untuk Ibnu Majah
Ø  ( adalah rumus untuk rawi yang tercakup dalam Kutub al-Sittah.
Ø  (e) adalah rumus untuk rawi yang  tercakup dalam  sunan 4 (Tirmidzi, Ibn Majah, Nasa’i, Abu Dawud).
Al-Dzahabi menggunakan rumus dari kitab-ktab lain, namun tidak menjadiannya syarat dalam kitabnya. Sebagian jarang digunakan, sebagian banyak digunakan, namun disepakati hal itu tidak berlaku. Berikut rumus tambahan yang jarang digunakan beliau
Ø  (مق) rumus untuk rawi yang meriwayatkan dari Muslim.
Ø  (فق) rumus untuk rawi yang meriwayatkan dari Ibnu Majah dalam kitab tafsirnya.
Ø  (سي) rumus untuk rawi yang meriwayatkan dari  al-Nasa’i dalam  kitab (عمل يوم وليلة).
Ø  (ص) rumus untuk rawi yang meriwayatkan dari al-Nasa’i dalam  kitab (خصائص امير المؤمنين علي بن ابي طالب رضي الله عنه).
Adapun rumus tambahan yang banyak dikenakan beliau adalah rumus (خت) untuk rawi yang meriwayatkan dari Bukhari dalam ta’alluq kitab shahihnya. Ada beberapa perbedaan rumus yang digunakan al-Dzahabi dengan gurunya, al-Mizzi (dalam kitab Taqrib al-Tahdzib). Hanesy bin al-Mu’tamar al-Kinani dimana al-Mizzi merumuskan dengan (د ت ص), al-Dzahabi menggantinya dengan (د ت س). Ibrahim bin Abdullah bin abd al-Qari’ dengan (سي), oleh al-Dzahabi menggantinya dengan (س). Ibrahim bin Bakr bin Abi Syaibah dengan rumus (م سي ق), diganti al-Dzahabi dengan (م س ق). Namun biasanya al-Dzahabi mengikuti rumus yang dibuat oleh al-Mizzi.
Sistematika Penulisan
Al-Kasyif terdiri dari 2 jilid . Sistematika yang di gunakan al-Dzahabi dalam menulis Al-Kasyif ini, tidak jauh berbeda dari kitabnya yang sebelumnya yaitu dengan alfabetis. dan huruf “alif” di mulai dengan Ahmad, selanjutnya kemudian urut sesuai abjad sebagaimana biasa. Sedang untuk huruf “mim”, di mulai dengan nama “Muhammad”, dan yang selanjutnya kemudian baru berdasarkan alfabetis seperti lazimnya. Sedangkan penyebutan guru maupun muridnya sama dengan metode dalam kitab Tadzhib al-Tahdzib yakni dengan urutan yang paling pertama hingga yang terahir yang di jumpai oleh rawi.
Walaupun begitu kitab al-Kasyif juga mengklasifikasikan pengelompokan rawi antara rawi laki-laki dengan rawi perempuan, rawi biasa dengan rawi yang berdasakan al Kuna {abna’, ansab dan mubham}.

Rangkuman Kitab al-Isti’ab fi Asma’ al-Ashhab



Ulumul Hadis adalah ilmu yang sangat penting untuk dipelajari, karena keberadaan sunah atau hadis itu sendiri telah memberikan kontribusi yang besar dalam memahami al-Qur’an. Pertama, hadis digunakan sebagai penjelas atas ayat-ayat yang bersifat global. Kedua, petunjuk batasan-batasan hukum. Ketiga, penafsir al-Qur’an. Keempat, petunjuk ke jalan yang lurus, yakni jalan Allah.
            Adapun di antara cara memahami sunah adalah mengetahui orang-orang yang meriwayatkan sunah tersebut dari Nabi Muhammad saw. yaitu  sahabat-sahabatnya. Mereka adalah orang-orang yang menjaga sunah dan menyampaikannya kepada manusia seluruhnya. Oleh karena itu, mereka dianggap ‘adil semuanya, sebagaimana firman Allah:
   
            Para sahabat mempunyai keutamaan sendiri-sendiri dihadapan Allah, hal ini terbukti dengan adanya predikat al-Sabiqun al-Awwalun yang disematkan oleh Allah untuk sahabat yang menjalankan sholat dua qiblat, yaitu qiblat baitul maqdis dan baitul haram (ka’bah). Ada riwayat lain yang mengatakan bahwa al-Sabiqun al-Awwalun  adalah sahabat yang mengikuti bai’at al-Ridlwan.
            Sahabat yang mengikuti perang badar telah dijamin oleh Allah bebas dari neraka, sedangkan jumlah dari mereka adalah tiga ratus empat belas orang, delapan puluh tiga dari kaum muhajirin, enam puluh satu dari suku Aus dan seratus tujuh puluh dari suku Khazraj. Maka karena keutamaan-keutamaan inilah yang akhirnya Nabi Muhammad saw. melarang siapa saja untuk mencela sahabat. Hadis Nabi :
لا تسبوا أصحابي فلوأن أحدكم أنفق مثل أحد ذهبا ما بلغ مد أحدهم ولا نصيفه
Artinya :
“Janganlah kalian mencela sahabat-sahabatku, seandainya kalian menginfakkan emas sebesar uhud niscaya kalian tidak bisa membayar satu mud salah satu dari mereka atau setengahnya”.
Dan karena keutamaan ini pula Nabi Muhammad menyatakan bahwa masa yang terbaik adalah masaku, masa setelahnya dan masa setelahnya lagi. Satu masa adalah seratus dua puluh tahun.
            Menurut Abu Umar Yusuf al-Qurthuby bahwa semua sahabat itu adil, maka wajib bagi kita untuk hanya memfokuskan pada nama, membahas sejarah hidup dan perilakunya agar kita mendapat petunjuk dari mereka. Adapun dalam menyusun sejarah hidup para sahabat, beliau menggunakan metode mu’jam (alphabetis). 
            Dalam kitabnya ini pula Abu Umar Yusuf memulai dengan memaparkan sejarah hidup Nabi Muhammad saw. Ahlu ilmi sepakat tentang nasab Nabi Muhammad saw. yaitu Muhammad ibn Abdullah ibn Abd al-Muthallib ibn Hasyim ibn Abd Manaf ibn Qushay ibn Kilab ibn Murrah ibn Ka’ab ibn Lu’ay ibn Ghalib ibn Fihr ibn Malik ibn Nadlr ibn Kinanah ibn Khuzaimah ibn Mudrikah ibn Ilyas ibn Mudzor ibn Nizar ibn Ma’ad ibn ‘Adnan. Silsilah ini tidak diperselisihkan oleh Ulama, dalam hadis ahad Nabi Muhammad saw. pernah menyatakan sendiri nasabnya sampai ‘Adnan. Ulama berselisih pendapat tentang nasab Nabi Muhammad saw. dari ‘Adnan sampai Isma’il ibn Ibrahim, dari Ibrahim sampai Sam ibn Nuh.