Judul Buku :
Syarh al-Arba’in an-Nawawiyah fi al-Ahaditsi as-Sahihah an-Nabawiyah
Penulis : Yahya Syarifuddin An-Nawawi
Penerbit : al-Miftah
Tebal :
93 halaman.
Arba'in An-Nawawiyah
adalah sebuah kitab kecil yang berisi kumpulan hadits sebanyak empat puluh dua hadits yang disusun oleh
seorang imam fiqih dan hadits, zahid, wira'i, dan pemberani yakni Imam An-Nawawi
Rahimahullah. Walaupun kitab ini bernama Arba'in (empat puluh) tetapi jumlah
hadits yang terdapat di dalamnya adalah empat puluh dua hadits, bukan empat puluh.
Kitab ini disyarahi oleh
imam Yahya Syarifuddin dalam mukaddimah kitabnya beliau menyebutkan bahwa
Sebelum Imam An Nawawi, sudah banyak para imam kaum muslimin menyusun kitab
serupa, mereka adalah Abdullah bin
Mubarak, Muhammad bin Aslam Ath Thusi, Hasan bin Sufyan An Nasa'i, Abu Bakr Al
Ajuri, Abu Bakar Muhammad bin Ibrahim Al Ashfahani, Daruquthni, Al Hakim, Abu
Nu'aim, Abu Abdurrahman As Sulami, Abu Said Al Malini, Abu Utsman Ash Shabuni,
Abdullah bin Muhammad Al Anshari, Al Baihaqi, dan ulama lain yang tak terhitung
jumlahnya.
Adapun latar belakang
imam Nawawi mengarang kitab Arba’in yang berisi empat puluh dua hadis karena
didasari berbagai riwayat hadis yang menunjukkan keutamaannya. Namun,
kebanyakan ulama hadis sepakat bahwa riwayat-riwayat tentang hadis tersebut
adalah hadis dha’if. Sebagaimana imam Nawawi menyebutkan mengenai riwayat
dibawah ini:
فقد روينا عن علي بن أبي طالب، وعبد الله بن مسعود، ومعاذ بن جبل، وأبي الدرداء، وابن عمر، وابن عباس، وأنس بن مالك، وأبي هريرة، وأبي سعيد الخدري رضي الله تعالى عنهم من طرق كثيرات بروايات متنوعات: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: "من حفظ على أمتي أربعين حديثاً من أمر دينها بعثه الله يوم القيامة في زمرة الفقهاء والعلماء" وفي رواية: "بعثه الله فقيها عالما".
وفي رواية أبي الدرداء: "وكنت له يوم القيامة شافعا وشهيدا".وفي رواية ابن مسعود: قيل له: "ادخل من أي أبوب الجنة شئت" وفي رواية ابن عمر "كُتِب في زمرة العلماء وحشر في زمرة الشهداء". واتفق الحفاظ على أنه حديث ضعيف وإن كثرت طرقه.
"Kami telah meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib, Abdullah
bin Mas'ud, Mu'adz bin Jabal, Abu Ad Darda, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Anas bin
Malik, Abu Hurairah, dan Abu Sa'id Al Khudri Radhiallahu 'Anhum dari
banyat jalan dan riwayat yang berbeda: bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
wa Sallam bersabda: "Barangsiapa di antara umatku menghapal empat
puluh hadits berupa perkara agamanya, maka Allah akan membangkitkannya pada
hari kiamat bersama rombongan fuqaha dan ulama." Dalam riwayat lain:
"Allah akan membangkitkannya sebagai seorang yang faqih (ahli fiqih) dan 'alim."
Dalam riwayat Abu
Ad Darda: "Maka aku (nabi) pada hari kaimat nanti sebagai syafaat dan
saksi baginya." Dalam riwayat Ibnu Mas'ud: "Dikatakan kepadanya:
masuklah kau ke surga melalui pintu mana saja yang kamu kehendaki." Dalam
riwayat Ibnu Umar: "Dia dicatat termasuk golongan ulama dan dikumpulkan
pada golongan syuhada." Para huffazh
(ahli hadits) sepakat bahwa hadits-hadits ini dhaif walaupun
diriwayatkan dari banyak jalan."
Diawali dengan hadis
pertama yang membahas semua amal itu tergantung niat. Pada Hadits ini, kalimat
“Segala amal hanya menurut niatnya” yang dimaksud dengan amal disini adalah
semua amal yang dibenarkan syari’at, sehingga setiap amal yang dibenarkan
syari’at tanpa niat maka tidak berarti apa-apa menurut agama islam. Tentang
sabda Rasulullah, “semua amal itu tergantung niatnya” ada perbedaan pendapat para
ulama tentang maksud kalimat tersebut. Sebagian memahami niat sebagai syarat
sehingga amal tidak sah tanpa niat, sebagian yang lain memahami niat sebagai
penyempurna sehingga amal itu akan sempurna apabila ada niat.
Berlanjut pada hadis kedua membahas iman, islam, dan ihsan. Secara berturut
diikuti dengan hadis rukun islam, takdir manusia telah ditetapkan, semua
perbuatan bid’ah tertolak, dalil yang halal dan yang haram telah jelas, agama
adalah nasihat, dan perintah memerangi manusia yang tidak melaksanakan shalat
dan menunaikan zakat. Mengenai syarah hadis yang ke delapan ini yaitu Kalimat "Aku diperintah untuk memerangi
manusia sampai ia mengucapkan laa ilaaha illallaah, dan barangsiapa telah
mengucapkannya, maka ia telah memelihara harta dan jiwanya dari aku kecuali
karena alasan yang hak dan kelak perhitungannya terserah kepada Allah”. Khatabi
dan lain-lain bekata : “Yang dimaksud oleh Hadits ini ialah kaum penyembah
berhala dan kaum Musyrik Arab serta orang yang tidak beriman, bukan golongan
Ahli kitab dan mereka yang mengakui keesaan Allah”. Untuk terpeliharanya
orang-orang semacam itu tidak cukup dengan mengucapkan laa ilaaha illallaah
saja, karena sebelumnya mereka sudah mengatakan kalimat tersebut semasa masih
sebagai orang kafir dan hal itu sudah menjadi keimanannya. Tersebut
juga didalam hadits lain kalimat “dan sesungguhnya aku adalah rasul Allah,
mereka melaksanakan shalat, dan mengeluarkan zakat”.
Kemudian hadis kesembilan membahas tentang melaksanakan perintah sesuai
kemampuan, makan dari rizki yang halal, tinggalkan keragu-raguan, meninggalkan
yang tidak bermanfaat, mencintai milik orang lain seperti mencintai miliknya
sendiri, larangan berzina, membunuh dan murtad, berkata baik serta memuliakan
tamu, jangan mudah marah, berbuat baik dalam segala urusan, setelah melakukan
dosa segera lakukan kebaikan, minta tolong dan berlindung pada Allah, anjuran
memiliki rasa malu, istiqomah, melaksanakan syariat islam dengan benar, suci
sebagian dari iman, haramnya berbuat dzalim, bersedekah tidak mesti dengan
harta, segala perbuatan baik adalah sedekah, menjauhi perbuatan yang
meresahkan.
Hadis kedua puluh delapan membahas berpegang teguh kepada sunah Rasulullah,
shalat lail menghapus dosa, laksanakan perintah dan jauhi larangan agama,
anjuran zuhud, tidak boleh berbuat kerusakan atau bahaya, penuduh wajib membawa
bukti dan tertuduh cukup bersumpah, kewajiban memberantas kemungkaran, haramnya
sifat dengki, sesama muslim wajib saling bantu, pahala kebaikan dilipatgandakan
oleh Allah, keutamaan melaksanakan sunnah, lupa dimaafkan, hidup bagaikan
seorang pengembara, menundukkan hawa nafsu, dosa selain syirik akan diampuni.
Jika diklasifikasikan isi hadis dapat dikategorikan menjadi beberapa bagian
yaitu perintah dan larangan, halal dan haram, keutamaan-keutamaan, dan
keterangan-keterangan. Untuk lebih jelasnya berikut ini penulis memberikan
contoh pada masing-masing kategorisasi:
1.
Perintah dan
larangan (hadis no.14)
عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صلى الله عليه وسلم : لاَ يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ اللهُ وَأَنِّي رَسُوْلُ اللهِ إِلاَّ بِإِحْدَى ثَلاَثٍ : الثَّيِّبُ الزَّانِي،
وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ وَالتَّارِكُ لِدِيْنِهِ الْمُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ [رواه
البخاري ومسلم]
Syarah: orang yang telah menikah dan melakukan zina (zina
muhson) maka baginya hukum rajam namun bagi orang yang belum menikah maka tidak
dihukumi seperti zina muhson. Kalimat “jiwa dengan jiwa” yaitu berlaku sepadan antara orang-orang yang sama-sama Islam atau
sama-sama merdeka. Sebagaimana pendapat
Imam Malik, Imam Syafi’I dan Imam Ahmad. Akan tetapi, para pengikut ahli ra’yu
(Imam Abu Hanifah) berpendapat seorang muslim dihukum bunuh karena membunuh
kafir dzimmi dan orang merdeka dibunuh karena membunuh budak, dan mereka
berdalil dengan Hadits ini juga. Akan tetapi kebanyakan ulama berbeda dengan
pendapat tersebut.
2.
Halal dan
haram (hadis no.30)
عَنْ أَبِي ثَعْلَبَةَ الْخُشَنِي جُرْثُوْمِ بْنِ نَاشِرٍ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : إِنَّ اللهَ
تَعَالَى فَرَضَ فَرَائِضَ فَلاَ تُضَيِّعُوْهَا، وَحَدَّ حُدُوْداً فَلاَ تَعْتَدُوْهَا،
وَحَرَّمَ أَشْيَاءَ فَلاَ تَنْتَهِكُوْهَا، وَسَكَتَ عَنْ أَشْيَاءَ رَحْمَةً لَكُمْ
غَيْرَ نِسْيَانٍ فَلاَ تَبْحَثُوا عَنْهَا.[حديث حسن رواه الدارقطني وغيره] .
Artinya : Dari Abi Tsa’labah Al Khusyani Jurtsum bin Nasyir radhiallahuanhu,
dari Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam dia berkata : Sesungguhnya Allah
ta’ala telah menetapkan kewajiban-kewajiban, maka janganlah kalian
mengabaikannya, dan telah menetapkan batasan-batasannya janganlah kalian
melampauinya, Dia telah mengharamkan segala sesuatu, maka janganlah kalian
melanggarnya, Dia mendiamkan sesuatu sebagai kasih sayang buat kalian dan bukan
karena lupa jangan kalian mencari-cari tentangnya .
Syarah: kalimat “Dia
telah mengharamkan sesuatu maka janganlah kalian melanggarnya” bermakna jangan kalian
memasukinya.
3.
Keutamaan
(hadis no.38)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صلى الله عليه وسلم : إِنَّ اللهَ تَعَالَى قَالَ : مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا
فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ
مِمَّا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ، وَلاَ يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ
حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ
الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي
بِهَا، وَلَئِنْ سَأَلَنِي لأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي لأُعِيْذَنَّهُ
[رواه البخاري]
Artinya: Dari Abu
Hurairah radhiallahuanhu berkata : Rasulullah saw bersabda : Sesungguhya Allah
ta’ala berfirman : Siapa yang memusuhi waliku maka Aku telah mengumumkan perang
dengannya. Tidak ada taqarrubnya seorang hamba kepada-Ku yang lebih aku cintai
kecuali dengan beribadah dengan apa yang telah Aku wajibkan kepadanya. Dan
hambaku yang selalu mendekatkan diri kepada-Ku dengan nawafil (perkara-perkara
sunnah diluar yang fardhu) maka Aku akan mencintainya dan jika Aku telah
mencintainya maka Aku adalah pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar,
penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat, tangannya yang digunakannya
untuk memukul dan kakinya yang digunakan untuk berjalan. Jika dia meminta
kepadaku niscaya akan aku berikan dan jika dia minta perlindungan dari-Ku
niscaya akan Aku lindungi . (Riwayat
Bukhori)
Syarah: Hadits ini mengandung
pengertian bahwa Allah menyampaikan ancaman kepada setiap orang yang memusuhi
wali-Nya . Allah mengumumkan
bahwa Dia-lah yang memerangi orang yang menjadi wali-Nya. Wali Allah yaitu
orang yang mengikuti syari’at-Nya, oleh karena itu hendaklah manusia takut
untuk berbuat menyakiti hati wali-wali Allah. Memusuhi disini berarti
menjadikan wali Allah sebagai musuh, yaitu memusuhi seseorang karena dia
menjadi wali Alloh. Adapun jika terjadi perselisihan antara wali Alloh karena
memperebutkan hak, maka hal semacam ini tidak termasuk dalam makna memusuhi
yang dimaksud dalam hadits ini, sebab pernah terjadi perselisihan antara Abu
Bakar dan Umar, Abbas dan Ali dan banyak lagi sahabat yang lain, padahal mereka
semua adalah wali-wali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar