BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hadits dan
Sunnah, baik secara struktural maupun fungsional disepakati oleh mayoritas kaum
Muslimin dari seluruh madzhab Islam sebagai sumber ajaran Islam kedua setelah
al-Quran[1],
karena dengan adanya hadits dan sunnah itulah ajaran islam menjadi lebih jelas,
rinci dan spesifik. Meskipun begitu, dalam perjalanannya, hadits kurang
berkembang pada abad pertama hijriah dan baru mulai berkembang pada sekitar
abad ke 2, yaitu ketika dilakukannya tadwin atas perintah Khalifah Umar bin
Abdul Aziz. Sejak saat itu, hadits terus berkembang dan mulai dikaji diberbagai
Negara islam dan berkembang dengan pesat.
Meski sudah
berkembang sekitar abad ke 2, upaya penelusuran sejarah perkembangan kajian
hadits di Indonesia belum dilakukan secara sistematis. Hal ini terjadi karena
adanya beberapa faktor. Pertama, suatu kenyataan bahwa kajian hadits di
Indonesia tidak seintens kajian ke-Islaman yang lain, seperti al-Quran, Fiqih,
akhlak dan sebgainya. Kedua, kajian hadits berkembang sanga lambat,
terutama jika dilihat dari kenyataan bahwa ulama Nusantara baru menulis kajian
di bidang Hadits pada abad ke 17. Sayangnya, tulisan tersebut tidak
dikembangkan lebih jauh dan mengalami kemandegan hampir satu setengah abad
lamanya[2].
Kajian hadits
di Indonesia kembali mendapatkan perhatian pada paruh terakhir abad ke-19
dengan dimasukkannya kajian hadits dalam kurikulum pesantren dan madrasah[3].
Salah satu contoh adalah Pondok Pesantren Darul Hadis al-Faqihiyyah, Malang.
Pondok Pesantren tersebut didirikan oleh al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad
Bilfaqih. Beliau sebagai pendiri Pondok Pesantren Darul Hadis al-Faqihiyyah Li
Ahlussunnah wal jama’ah, dan merupakan ayah dari seorang tokoh hadis yang
sangat populer di Indonesia pada zamanya, yaitu Abdullah Bilfaqih.
Habib Abdulah
bin Abdul Qadir merupakan tokoh ulama yang tegas dalam memegang prinsip-prinsip
ajaran Islam, yang berazaskan al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad saw, serta
ajaran yang telah digariskan oleh para leluhurnya. Latar belakang pendidikannya
sangat luas sehingga bisa menjadikan beliau sebagai seorang ahli Hadits yang
yang masyhur pada zamannya. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis akan mencoba
melakukan pembahasan mengenai pemikiran Abdullah Bilfaqih mengenai kajian
hadits.
B.
Rumusan
Masalah
Dengan melihat
latar belakang diatas, disini penulis akan memberikan batasan pembahasan berupa
rumusan masalah agar pembahasan tidak melebar, yaitu:
1.
Bagaimana
Biografi Habib Abdullah Bilfaqih?
2.
Bagaimana
Pemikiran Habib Abdullah Bilfaqih terhadap Hadits?
3.
Adakah
karya-karya Habib Abdullah Bilfaqih dalam bidang Hadits?
C.
Tujuan
Tujuan
penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hadits di
Indonesia. Selain itu, makalah ini juga ditulis untuk menjawab rumusan masalah
diatas.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi
Abdullah Bilfaqih
Habib Abdullah
lahir di Surabaya pada tanggal 12 Rabiul Awal 1355 H yang bertepatan dengan 1
Juni 1936 M, beliau merupakan putera dari Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih,
seorang ulama yang menguasai Ilmu Hadits dan banyak menjadi rujukan pada
zamannya. Ibunya bernama asy-Syarifah Ummi Hani binti Abdillah bin Agil. Habib
Abdullah mempunyai jalur keturunan langsung kepada Nabi Muhammad SAW. Lebih
lengkapnya, berikut adalah jalur keturunan dari Habib Abdullah bin Bilfaqih:
al-Habib
Abdullah bin Abdul Qadir bin Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Alwi
bin Abdullah bin Umar bin Ahmad bin Abdurrahman bin Muhammad al-Faqih bin
Abdurrahman bin Abdullah bin Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad
al-Faqih al-Muqaddam bin Ali bin Muhammad Shahib Marbath bin Ali Khala’ Qasam
bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa
an-Naqib bin Ali al-‘Uraidhi bin Ja’far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin
Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib suami Fatimah az-Zahra
binti Rasulullah saw[4]
Sebelum
dikaruniadi putera, Habib Abdul Qadir berangkat ke tanah Haram untuk melakukan
ibadah Haji dan berziarah ke Makam Rasulullah, disana Habib Abdul Qadir berdoa
kepada Allah swt. di depan makam Rasulullah agar dikaruniai putera yang ‘alim
dan mengamalkan ilmunya serta menjadi seorang ahli hadits. Selang beberaa lama
doa beliau dikabulkan oleh Allah dan Habib Abdul Qadir dikaruniai seorang
putera dan diberi nama Adbullah.
Sejak kecil Habib
Abdullah berada dibawah asuhan dan bimbingan ayahnya. Antara keduanya terdapat
keseimbangan, yaitu ketekunan sang guru (Ayahnya, yaitu al-Habib Abdul Qadir
bin Ahmad Bilfaqih) dalam mengajar dan kegigihan sang murid (al-Habib Abdullah)
dalam mengikuti petunjuk dari sang guru serta dalam menuntut ilmu. Selain
kepada ayahnya Habib Abdullah juga belajar kepada al-Habib Ali bin Husein
al-Attas di Jakarta, yang dikenal dengan sebutan Habib Ali Bungur, seorang
‘alim dan sebagai tokoh ulama yang dijadikan rujukan para ulama dizamannya.
Habib Abdullah
merupakan seorang yang ulet dan tekun dalam belajar, sehingga pada saat itu
tidak ada yang bisa disamakan dengan beliau dalam hal belajar. al-Habib Abdul
Qadir bin Ahmad Bilfaqih pernah mengatakan: “Aku telah mewariskan kepada
puteraku ini empat puluh satu cabang ilmu agama.” Karenanya, tidaklah
mengherankan jika pada usia 7 tahun, al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih
sudah mampu menghafal al-Qur’an dan pada usia sekitar 20 tahun ia telah mampu
menghafal Kitab Hadis Bukhari dan Muslim lengkap dengan matan serta sanadnya
yang bersambung hingga Rasulullah saw.
Habib Abdullah
menempuh pendidikan Madrasah Ibtidaiyah dan Tsanawiyah di Lembaga Pendidikan
at-Taraqqi yang berada di Kota Malang. Setelah lulus, kemudian Habib Abdullah
melanjutkan pendidikan Madrasah Aliyah di Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren
Darul Hadits al-Faqihiyyah di bawah asuhan ayahnya sendiri. Teman-teman
sebayanya mengenal al-Habib Abdullah sebagai kutu buku. Dengan tekun ia
menelaah berbagai kitab. Gara-gara terlalu kuat dalam belajar, ia pernah jatuh
sakit. Meskipun begitu, hal itu tidak membuatnya berhenti belajar, walaupun
dalam keadaan seperti itu ia tetap saja belajar dan belajar
Habib Abdullah
bin Abdul Qadir meninggal dunia pada tanggal 23 Jumadil Ula 1412 H bertepatan
dengan 30 November 1992 karena sakit. Banyak sekali orang yang datang dalam
pemakaman Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih untuk memberi penghormatan
kepada beliau.
B.
Sikap dan
Pemikiran Abdullah Bilfaqih Terhadap Hadits
Sikap dan
pemikiran Habib Abdullah Blfaqih bisa dilihat dalam metode dakwahnya yang
selalu disampaikan kepada masyarakat Indonesia. Beliau selalu berharap agar
setiap orang dapat selalu mengerjakan amal yang baik dan meninggalan yang
munkar. Hadits yang dapat menguatkan apa yang telah disampaikannya selalu dijadikan
rujukan utama setelah al-Qur’an. Kecerdasan Habib Abdullah Bilfaqih dalam
berdakwah menyebarkan hadis berawal dari didikan yang baik sejak kecil. Adapun
diantara kitab-kitab hadis yang dipelajarinya adalah, Kitab Shahih Bukhari,
Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan at-Tirmidzi, Musnad al-Imam asy-Syafi’i, Musnad
al-Imam Ahmad ibn Hambal, Muwatha’ karya al-Imam Malik, an-Nawadirul Ushul
karya al-Imam Hakim at-Tirmidzi, al-Mu’jam ats-Tsalats karya Abul Qasim
ath-Thabrani.
Tidak hanya
sekedar menghafal hadits, al-Habib Abdullah juga memperdalam ilmu musthalah
hadits, yaitu ilmu yang mempelajari hal ihwal hadits berikut para perawinya.
Juga ilmu rijalul hadits, yaitu ilmu tentang para perawi hadits. Beliau juga
menguasai Ilmu jarh wa ta’dil dengan mempelajari Kitab at-Taqrib at-Tahzib
karya al-Imam Ibnu Hajar al-Asqallani, al-Mizan at-Ta’dil karya al-Hafidz
adz-Dzahabi.
Dalam
berdakwah Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih mengajak kepada para umatnya
agar menanamkan rasa cinta yang mendalam kepada Allah swt dan Rasul-Nya serta
selalu menerapkan ajaran yang telah dibawa oleh Rasulullah saw.
Selain dikenal
sebagai ulama yang ahli dalam ilmu hadis, al-Habib Abdullah juga mumpuni dalam
berbagai disiplin keilmuan lainnya, terutama dalam ilmu tasawuf dan fikih.
Semua itu ia pelajari langsung dari ayahandanya. Dalam ilmu fikih ia
mempelajari kitab fikih empat madzhab, (Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan
Hambali) termasuk kitab-kitab fikih lainnya, diantaranya adalah: Fatawa al-Imam
Ibn Hajar, Fatawa al-Imam Ramli dan al-Muhadzab al-Imam an-Nawawi.
C.
Karya-Karya
Habib Abullah Bilfaqih
Semasa
hidupnya, Habib Abdullah Bilfaqih banyak menulis, baik buku, artikel dan karya
tulis lainnya, diantara karya-karya Habib Abdullah Bilfaqih yaitu:
1.
Siapakah
Ahlussunnah wal jama’ah?
2.
Mengapa umat
Islam menerima Pancasila?
3.
Islam dan
Tanda-tandanya, Iman serta bagian-bagiannya.
4.
Majmu’atul
Fatawa Wal Buhuhts al-Islamiyyah.
5.
Irghamul Balid
Fi Akhkamil Ijtihad Wataqlid.
6.
al-Qaulurrasyiin
Fi Adillatittalqin.
7.
al-Mulhah.
8.
Tanwirul
Ghayahib.
9.
Fatwa Maulid.
10.
Serangkum
Khutbah.
Dari banyak
karya tulis tersebut, secara spesifik belum ada karya yang benar benar membahas
hadits secara lengkap.
[1] Dr. Abdurrahman, MA, Studi Kitab Hadits, Yogyakarta: Teras,
2009, hal XII.
[2] Muh. Tasrif, Kajian Hadis di Indonesia, Ponorogo: STAIN
Ponorogo Press, 2007, cet. I, hlm. 17
[3] Ibid, hlm 17.
[4] Majelis Tawassul, Prof. DR. al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir
Bilfaqih, dalam majelistawassul.blogspot.com/..../prof-dr-al-habib-abdullah-bin-abdul.html
diakses pada hari Minggu, 9 Maret 2013 pukul 22.13.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar