Selasa, 28 April 2015

Kajian Kitab Tafsir : al-Insan fi al-Qur'an Karya al-Aqqad



Bab I
Pendahuluan
A.    Latar Belakang
Seiring dengan berkembangnya zaman dan tekhnologi, Ilmu pengetahuan pun ikut mengalami dinamika perkembangan dan pergeseran. Pergeseran-pergeseran ini memang sangat perlu dan mendesak karena metodologi lama sudah tidak terlalu memadai untuk diterapkan pada masa yang telah berbeda dan berkembang.
Begitu pula kajian al-Quran dan tafsirnya. Terjadi perkembangan yang sangat signifikan pada abad modern dengan dipimpin oleh M Abduh sebagai penggagasnya. Berbagai bentuk tafsir pun mengalami pengembangan. Salah satu perkembangan yang tampak adalah mulai adanya tafsir-tafsir bayani dan juga tafsir ilmi. Metode penulisan juga tidak terpaku pada Tahlili saja, tetap terdapat juga metode penulisan Maudhu’I atau tematik.
Sebagai contoh tafsir dengan metode maudhu’I ini adalah sebuah tafsir dari abad ke 20 M adalah buku Al-Insan Fil Quran karya Mahmud Abbas Al-Aqqad. Kitab ini berisi dua bab besar yang membahas mengenai pandangan al-Quran mengenai mansusia, pandangan para tokoh mengenai manusia dan kedudukan manusia itu sendiri di abad 20 yaitu abad Ideologi.
Sebagai sebuah karya tafsir tematik, tampaknya tafsir ini tidak terlalu menarik perhatian mahasiswa tafsir-hadits UIN Sunan kalijaga dan kebanyakan sarjana muslim. Pencarian singkat penulis mengenai review terhadap buku ini hanya menghasilkan dua buah skripsi. Skripsi pertama adalah karya sarjana fakultas dakwah dan skipsi lainnya adalah skirpsi sarjana ushuluddin. Begitu pula hasil pencarian penulis dengan menggunakan internet, sangat sedikit sekali review dan pembahasan mengenai buku yang kurang lebih terdiri dari 168 halaman ini.
Penulis sendiri menganggap pembahasan mengenai buku ini merupakan hal yang perlu dan mendesak, karena buku ini merupakan sebuah karya yang di dalamnya terangkum dua buah kajian yang sangat menarik. Yaitu Quran sebagai panutan umat islam dan teori-teori dan pandangan ilmiah mengenai manusia serta ‘diskusi’ antara keduanya. Dengan adanya pembahasan mengenai kitab tafsir ini, penulis mengharapkan adanya sebuah kontribusi bagi perkembangan keilmuan khususnya dalam sejarah dan dinamika perkembangan tafsir.
B.     Rumusan Masalah   
Dengan memperhatikan latar belakang di atas, penulis memberikan rumusan masalah agar pembahasan mengenai tafsir ini bisa tersistematis dengan baik:
1.      Siapakah Abbas Mahmud Al-Aqqad dan bagaimana latar belakang pendidikannya?
2.      Apa itu tafsir Al-Insan Fil Quran, bagaimana sistematika dan metode penulisannya dan apa saja masalah-masalah yang bisa dibahas dalam kitab ini serta bagaimana penyelesaiannya
C.   Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah adanya kontribusi ilmiah bagi keilmuan khususnya pada kajian tafsir quran dan bisa memahami secara betul siapa penulis kitab ini dan bagaimana sistematika serta metode penulisannya.












Bab II
Pembahasan

A.    BIOGRAFI
Abbas Mahmud al-‘Aqqad lahir di wilayah Aswan, Mesir pada tanggal 28 Juni 1889. Al-Aqqad berasal dari keturunan yang taat beragama, kedua orang tuanya mempunyai kebiasaan bangun pagi sebelum terbit fajar, menunaikan shalat subuh, dan tidak beranjak dari tempat shalat sebelum membaca Al-Qur’an dan doa-doa penyejuk hati. Di samping itu mereka mempunyai kegemaran membaca.
Terdorong oleh keinginan orang-tua agar al-Aqqad kecil kelak menjadi orang yang alim dalam bidang agama, ia disuruh belajar di madrasah untuk menekuni ilmu-ilmu agama. Bahkan oleh orang-tuanya al-Aqqad disuruh bergaul bukan hanya dengan anak-anak sebayanya melainkan juga dengan para orang tua sehingga ia terpaksa “dewasa” sebelum waktunya.
Sejak kecil telah terlihat bahwa al-Aqqad mempunyai kecerdasan yang melebihi teman sebayanya. Di samping itu, ia gemar menulis dan gaya bahasanya sangat indah. Keindahan bahasa al-Aqqad dipuji guru-gurunya, seperti Muhammad Abduh, Syaikh Fahruddin Muhammad, Sa’ad Zaglul, dan Abdullah Nadim al-Aqqad. Sementara diluar sekolah ia juga belajar kepada Qadhi Ahmad Jadami, seorang ahli fikih sahabat Jamaluddin al-Afgani.
Kariernya sebagai jurnalis dimulinya sejak ia berumur 16 tahun. Pada mulanya ia ingin bekerja sebagai pegawai pemerintah, namun peraturan yang ada mensyaratkan calon pegawai harus berumur 18 tahun sehingga ia harus menunggu 2 tahun lagi. Pada masa menunggu inilah ia menerbitkan majalah mingguan Raj’u Sada disamping sebagai penulis pada majalah Al-Jaridah pimpinan Ahmad Luthfi Assayyid, az-Zahir pimpinan Abu Syadi, al-Mu’ayyad dan al-Liwa’. Dalam bidang jurnalistik ini ia mendapat bimbingan dari Muhammad Farid Wajdi, seorang ulama dan penulis terkemuka di Mesir. Ketajaman tulisan-tulisanya ditopang oleh bacaanya yang amat luas. Memang ia sangat gemar membaca, bahkan ia bekerja untuk dapat membeli buku. Salah satu pengalaman yang tak terlupakan olehnya adalah ketika seorang pelancong muslim Inggris, Majur Dicksun, menghadiahkan kepadanya dua buah buku Tarjamah Al-Qur’an (Terjemahan Al-Qur’an) dan Revolusi Prancis karya Thomas Carlyle.
Al- Aqqad juga mempunyai andil besar dalam membangkitkan kecerdasan generasi mesir melalui tulisan-tulisanya yang bercorak politik pada surat-surat kabar, seperti al-Balag dan al-Jihad.
Sebagai sastrawan, sumbangan al-Aqqad terlihat pada tulisanya, baik dalam bentuk puisi maupun prosa. Ia telah menulis puisi sejak sebelum perang dunia I. Tulisan-tulisanya dalam bidang ini antara lain Diwan asy-Syi’r (1916) yang dalam cetakan ketiganya telah mencapai empat jilid, Wayu al-Arba’in, ‘Abir Sabil (buku-buku kumpulan syair). Ciri khas puisi dan syair al-Aqqad adalah mengutamakan perasaan dan pikiran. Dia mampu menyajikan kedua-duanya dalam suatu paduan yang sangat serasi.
Pada sisi lain dalam bidang ini al-Aqqad mengetengahkan pendapat-pendapat yang brilian. Menurutnya, puisi yang hanya memperhatikan bentuknya saja tidak akan berbobot dan puisi tidak cukup hanya pada cerita atau syair qasasi (syair yang berisi cerita-cerita); keindahan lingkungan Mesir bisa merupakan sumber imajinasi dan bahan gubahan. Dalam bidang prosa ia menulis al-Fusul Muraja’at fi al-Adab wa al-Funun (Pasal-Pasal suatu referensi bagi kesusastraan dan seni).
Biografi tokoh-tokoh Islam ditulisnya dengan metode yang sangat menarik dan istimewa seperti, Abqariyah Muhammad (kecerdikan Nabi Muhammad) dan Abqariyah Umar (kecerdikan Umar). Ada pula roman yang ditulisnya dengan judul Sarah.
Sebagai kritikus al-Aqqad telah memberikan kritik terhadap puisi dan prosa yang ada sambil mengemukakan pendapat untuk memperbaruinya. Susunan bahasa puisi dan prosa yang penuh hiasan tak berisi diarahkanya kepada susunan yang penuh arti dan padat isi. Dalam bidang karya-karya umum ia berpendapat bahwa tulisan-tulisan terdahulu, baik ide maupun kata-katanya, bukanlah tulisan yang benar tetapi hanya sebagai jiplakan. Menurutnya seorang penulis hendaknya mempunyai ide dan metode tersendiri tanpa mencontoh sedikitpun karya-karya sebelumnya. Oleh karena itu ia mengkritik penulis-penulis seperti Ahmad Syauqi (Amir Syu’ara) dan Taha Husein yang dianggapnya tidak sesuai dengan pola yang ia tawarkan.
Sebagai penulis sumbangan besar al-Aqqad bagi keagamaan dan kemasyarakatan terlihat dari tulisan-tulisanya yang mencapai empatpuluh judul dalam berbagai bidang, diantaranya adalah Diwan al-Aqqad (kumpulan syair; 1928), Asytal Mujtama’at (Kegoncangan Masyarakat; 1963) Ibnu ar-Rumi Hayatuhu Min Siji’nihi (Ibnu ar-Rumi dan kehidupanya; 1959), dan Abu Nausar (Abu Nausar; 1959), Al-Qarn al-‘Isyrin Ma Kana wa ma Sayakun (Abad Dua Puluh, Yang Sudah Dan Yang Akan Terjadi; 1959), Muhammad Abduh (1963), Mujma’ al-Ahya’ (Pertemuan Yang Hidup; 1919), Mutala’at fi al-Kutub wa al-Hayat (Kajian Tentang Kitab dan Kehidupan; 1924), dan Muraja’at fi al-Adab wa al-Funun (Referensi Untuk Sastra dan Seni; 1925). Dar al-Kitab al-Araby di Beirut telah menerbitkan kumpulan karanganya dengan judul Mausu’ah ‘Abbas Mahmud al-‘Aqqad (Ensiklopedi Abbas Mahmud al-Aqqad), lima jilid, terbitan pertama tahun 1970. dalam karya-karyanya itulah al-Aqqad menyampaikan pendapat-pendapatnya tentang berbagai segi kehidupan umat Islam sebagai obsesinya untuk membawa umat Islam kepada kemajuan.
Pada sisi lain, al-Aqqad dapat dipandang sebagai cendekiawan yang paling antusias dan bersemangat untuk menggali konsep Al-Qur’an mengenai manusia dan bagaimana manusia muslim itu menjadi pemimpin dimasa depan. Karyanya yang terpenting dalam hal ini adalah Al-Qarn al-‘Isyrin Ma kana wa Ma Sayakun (1959), Falsafat Al-Qur’aniyyat (Filsafat Al-Qur’an), dan Al-Insan fi Al-Qur’an (Manusia di Dalam Al-Qur’an). Pendapat-pendapat yang menonjol dalam buku-buku tersebut antara lain: Hal terbaik yang patut diminta dari sebuah kitab suci (dalam bidang ilmu) adalah doronganya kepada manusia supaya berpikir. Al-Qur’an membuka jalan seluas-luasnya bagi akal pikiran manusia untuk melakukan pembahasan dan penelitian guna menyempurnakan kepribadianya.
Manusia Al-Qur’an menurutnya adalah manusia abad Dua Puluh. Kedudukan Manusia abad dua puluh lebih serasi dan lebih kokoh dari pada Abad sebelumnya.[1]

B.     SEPUTAR KITAB AL-INSAN FI AL-QURAN
1.      Nama Kitab
Nama kitab ini adalah Al-Insan Fi Al-Quran karya Abbas Mahmud Al-Aqqad yang diterbitkan sebagai terbitan ke empat pada Sebtember 2005 oleh penerbit Nahdhatu Mishr di Cairo, Mesir.
2.      Sejarah penulisan Kitab
Mengenai sejarah penulisan kitab ini, kami belum menemukan secara eksplisit alasan-alasan dan sejarah penulisan kitab ini. Hal ini disebabkan sedikitnya buku-buku yang pernah membahas atau mereview kitab ini. Namun, pembacaan singkat yang kami lakukan terhadap muqaddimah kitab ini menghasilkan sedikit pemahaman kami mengenai latar belakang penulisan kitab ini.
Abbas Mahmud Al-Aqqad memulai pembahasannya dengan sebuah pemaparan mengenai adanya pergeseran pertanyaan ontologis mengenai hakikat manusia pada abad ke 20 dengan abad-abad sebelumnya. Jika pada abad sebelumnya dinyatakan bahwa yang terpenting bagi manusia adalah pemahaman mengenai siapa dirinya? Siapa namanya? Atau dalam sebuah kata nasihat: kenalilah dirimu? Arrif Nafsaka!
Pertanyaan-pertanyaan mengenai hakikat manusia pada abad ke 20, menurut Abbas Mahmud, tidak lagi berkisar pada masalah itu saja, tetapi menjadi semakin komplek. Pertanyaan yang mengemuka adalah:
a.       Bagaimanakah kedudukan manusia di alam semesta ini?
b.      Bagaimana kedudukan manusia diantara golongan sejenisnya dan golongan jenis lain?
c.       Bagaimanakah kedudukan manusia di tengah masyarakat yang semuanya menyandang predikat “Manusia (Insan)”?
Pertanyaan-pertanyaan semacam ini menurut Abbas adalah pertanyaan yang mesti segera ditemukan jawabannya karena akan berimplikasi pada eksistensi manusia. Berbagai teori serta aliran (Madzhab) yang berkembang pada masanya (abad 20), yang beliau sebut sebagai Abad Ideologi, beliau rasa tidak bisa memberikan jawaban yang memuaskan. Beliau paparkan berbagai asumsi serta teori dari aliran-aliran keilmuan seperti Materialisme (Al-Madiyah) Fasisme dan Rasionalisme (Al-‘Aqliyyah) dan semuanya tidaklah bisa menjawab persoalan terkait masa lalu, masa yang akan datang dan masa keabadian.
            Abbas Mahmud al-‘Aqqad berkeyakinan bahwa hanya Al-Aqidah Al-Diniyyah[2] sajalah yang mampu menjawab problem-problem ini. yang beliau maksud dengan Al-Aqidah Al-Diniyyah adalah Al-Quran itu sendiri. Sehingga pemahaman-pemahaman terhadap al-Quranlah yang mampu menyelamatkan manusia dari kebinasaan. Hal inilah yang menjadikan belaiu ,menurut hemat penulis, berkeinginan menuliskan buku ini yang didalamnya dipaparkan dalil-dalil al-Quran terkait masalah manusia.[3]
3.      Sistematika kitab
Kitab ini merupakan sebuah kitab tafsir Maudhu’i (tematik) yang terdiri dari 163 halaman dan dibagi kedalam dua Kitab. Kitab yang pertama berbicara mengenai Manusia (Insan) dalam al-Quran dan kemudian dibahas dalam beberapa Bab. Pembahasan dalam kitab pertama ini mencakup pembahasan-pembahasan mengenai manusia dan sifat-sifatnya serta hal-hal yang terkait dengan manusia yang ada dalam al-Quran, pada bab ini dipaparkan dalil-dalil al-Quran yang bersinggungan dengan berbagai pembahasan yang sedang dipaparkan. Dan pada Kitab kedua, terdapat pembahasan mengenai  manusia (Insan) dalam Madzhab keilmuan dan pemikiran. Pada bab ini, dipaparkan diskusi-diskusi tentang manusia dalam kaitannya dengan teori-teori ilmiah seperti teori evolusi Darwin atau pandangan-pandangan tokoh tentang manusia serta dampak/implikasinya baik di dunia barat dan timur, serta kesiapan manusia menyongsong keilmuan-keilmuan lainnya.
Untuk lebih mempermudah pemahaman mengenai sistematika penulisan kitab ini, berikut kami paparkan tabel mengenai daftar isi kitab
المخلوق المسئول
الكائن المكلف
روح و جسد
النفس
الأمانة
التكليف و الحرية
أسرة واحدة
آدم
الكتاب الآول في القرآن
عمر الإنسان
الإنسان و مذهب التطور
التطور قبل مذهب التطور
أثر مذهب النشوء في الغرب
مذهب التطور في الشرق العربي
الدين و مذهب الدارون
سلسلة الخلق العظمى
الإنسان في علم الحيوان و في علوم الأجناس البشرية
الإنسان في علوم النفس و الأخلاق
مستقبل الإنسان في علوم الأحياء
عود على بدء
الكتاب الثاني في مذهب العلم و الفكر

4.      Metodologi penulisan

Tafsir al-Insan fi al-Qur’an menggunakan metodologi tafsir tematik atau tafsir al-manhaj al-maudlu’iy sebagaimana yang telah digunakan oleh para penafsir-penafsir sebelumnya. Metode tafsir tematik adalah metode penafsiran al-Qur’an yang menyangkut tema tertentu.[4] Metode tafsir ini mempunyai dua bentuk, yang pertama menyangkut satu surat dalam al-Qur’an secara menyeluruh dan utuh, dengan menjelaskan tujuannya yang bersifat umum, menjelaskan korelasi antara persoalan yang beragam dalam surat tersebut sehingga dalam satu surat tersebut dengan berbagai masalahnya. Kemudian yang kedua tafsir tematik bermula dengan mengumpulkan surat-surat dan membahasnya dengan tema tertentu dari berbagai ayat dan surat.[5]
Pada tafsir ini al-Insan fi al-Qur’an, Abbas Mahmud Aqqad sepertinya hanya mendeskripsikan suatu tema kemudian beliau mengaitkannya dengan ayat-ayat dalam al-Qur’an dan tidak menjelasakan kata per kata dari ayat-ayat tersebut. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa beliau adalah seorang kritikus, sastrawan, dan jurnalis tidak mungkin beliau menjelaskan kata per kata dari al-Qur’an karna memang bukan bidangnya. Sama halnya dengan tafsir ini, beliau hanya mengumpulkan serangkaian pendapat dari kalangan ulama’, filosof, dan ahli di bidang “manusia” dan menjelaskannya secara keseluruhan kemudian mengaitkan dengan ayat-ayat al-Qur’an yang berhubungan dengan itu.[6]

5.      Contoh-contoh

1.     قصة  ادم عليه السلام فى القران هي قصة الانسان الأول...خلق من تراب و ارتقي بالخلق السوى الى منزلة العقل والاردة وتعلم من الأسماء فضلا من العلم ميزه على خلائق الأرض, من ذى حياة وغير ذى حياة....وقضى له أن يكسب فضله بجهده, وأن يكون جهده غلبة لارادته وانتصارا لعقله على جسده...و قصة هذه النشأة الادمية يستوفيها القران في هذه الايات[7] :

  [9]

2.     وردت كلمة الأمانة والأمانات فى خمسة مواضع من القران الكريم, وكلها بالمعنى الذي يفيد التبعة والعيد والمسئولية وخصصت هذا المعنى فى اية من سورة البقرة بوديعة المال وما اليه. اذ قال تعالى فى سياق و ثائق الديون [10]:
3 [11]
ففي هذه الاية خصصت الأمانة بما يؤتمن عليه المرء من الودائع والديون, ولكننا لا نخرج من الاية بغير التذكير والمؤكد بمعنى الأمانة العامة, وهي الحق والفريضة و منها حق العلم وفريضته, فلا يجوز لمن  علم علما أن ينسى حقه[12] : Ÿwur z>ù'tƒ ë=Ï?%x. br& |=çFõ3tƒ $yJŸ2 çmyJ¯=tã ª!$#.
وكل ما ورد فى غيرسياق الديون والودائع فالحكم فيه عام وان ورد على سبب خاص, لأن مناسبات النزول لا تمنع سريان الحكم و التيليغ الى جميع المخاطين بايات الكتاب[13] .
جاء في سورة النساء :
*



BAB III
Simpulan

Ada beberapa hal yang bisa kami simpulkan dari pembahasan makalah ini, diantaranya :
1.      Dia adalah Abbas Mahmud al-Aqqad beliau lahir pada tanggal 28 Juni tahun 1889. Beliau berasal dari keturunan yang taat dalam beragama dan mengharapkan al-Aqqad menjadi seorang yang ahli dalam bidang agama. Al-Aqqad adalah seorang Jurnalistik, bisa dilihat dari keaktifannya dalam menulis di majalah-majalah, beliau juga seorang sastrawan banyak karangannya dalam bentuk prosa atau puisi.
2.      Sejarah kepenulisan kitab al-Insan fi al-Qur’an diasumsikan  berawal dari pergeseran pertanyaan antologi pada abad ke 20 dengan abad-abad sebelumnya. Mengenai sistematika kitab ini, kitab al-Insan fi al-Qur’an adalah kitab tafsir Maudhu’i terdiri dari 163 halaman dan dibagi dalam dua kitab. Kitab yang pertama memaparkan tentang pembahasan manusia dan sifat-sifatnya serta hal-hal yang terkait dalam al-Qur’an. Kitab yang kedua membahas tentang pembahasan manusia dalam madzhab keilmuan.
3.      Metodologi tafsir al-Insan fi al-Qur’an menggunakan tafsir tematik yaitu penafsiran al-Qur’an yang menyangkut tema tertentu. Beliau mendeskripsikan terlebih dahulu tentang temanya kemudian mengaitkannya dengan ayat-ayat al-Qur’an.










DAFTAR PUSTAKA

Abbas Mahmud Al-‘Aqqad, Al-Insan Fi Al-Quran, Cairo: Nahdhotu Mishr, 2005.

Abbas Mahmud al-Aqqad, Insan Qur’ani: Abad moderen. Yogyakarta: Titian Ilahi Press,1995.

Achmad Atho’illah Fathoni, Leksikon Sastrawan Arab Modern: Biografi dan Karyanya, Yogyakarta: Datamedia, 2007.

Usman, Ilmu Tafsir. Yogyakarta: teras, 2009.





[1] Achmad Atho’illah Fathoni, Leksikon Sastrawan Arab Modern: Biografi dan Karyanya, (Yogyakarta: Datamedia, 2007), hlm. 1-2
[2] Abbas Mahmud Al-‘Aqqad, Al-Insan Fi Al-Quran, (Cairo: Nahdhotu Mishr, 2005), hlm. 5
[3] Untuk pembahasan lebih jelas dan lengkap, silhakan lihat Tamhid di kitab Al-Insan Fil Quran.
[4] Usman, Ilmu Tafsir. Yogyakarta: teras, 2009, hlm. 311
[5] Ibid, hlm. 311-312.
[6] Abbas Mahmud al-Aqqad, Insan Qur’ani: Abad moderen. Yogyakarta: Titian Ilahi Press,1995, Hlm. 9
[7] Abbas Mahmud Al-‘Aqqad, Al-Insan Fi Al-Quran, (Cairo: Nahdhotu Mishr, 2005), hlm.  54
[8] QS. Al-Mu’minun, ayat 12
[9] QS. As-Sajadah, ayat 6-9
[10] Abbas Mahmud Al-‘Aqqad, Al-Insan Fi Al-Quran, (Cairo: Nahdhotu Mishr, 2005), hlm.  34
[11] QS. Al-Baqarah 282-283
[12] Abbas Mahmud Al-‘Aqqad, Al-Insan Fi Al-Quran, (Cairo: Nahdhotu Mishr, 2005), hlm.  34
[13] Abbas Mahmud Al-‘Aqqad, Al-Insan Fi Al-Quran, (Cairo: Nahdhotu Mishr, 2005), hlm.  34

Tidak ada komentar:

Posting Komentar